Selasa, 19 Juni 2012

Kesuburan tanah


I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan. Tanah dikaruniakan tuhan kepada umatNya demi kehidupan manusia, maka tidak mengherankan kalau tanah itu dimanapun di pelosok dunia selalu menjadi rebutan antar manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya manusia itu setelah berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, mereka bahkan merusak dan selanjutnya menelantarkan tanah itu menurut kehendaknya tanpa memikirkan bahwa tanah yang dikuasainya memiliki fungsi sosial.
Tanah sebagai sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam aktivitas guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumberdaya yang digunakan untuk keperluan pertanian dapat bersifat sebagai sumberdaya yang dapat pulih (reversible) dan dapat pula sebagai sumberdaya yang dapat habis. Dalam usaha pertanian tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan.
Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika, kimia dan biologi tanah. Keadaan fisika tanah meliputi kedalaman efektif, tekstur, struktur, kelembaban dan tata udara tanah. Keadaan kimia tanah meliputi reaksi tanah (pH tanah), KTK, kejenuhan basa, bahan organik, banyaknya unsur hara, cadangan unsur hara dan ketersediaan terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan biologi tanah antara lain meliputi aktivitas mikrobia perombak bahan organik dalam proses humifikasi dan pengikatan nitrogen udara.
1
Dalam usaha pertanian tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan. Sebagian besar tanah digunakan sebagai lahan pertanian sehingga dilihat dari sudut pertanian pengertian tanah adalah sebagai alat produksi yang dapat menghasilkan berbagai produk pertanian. Tanah juga merupakan tempat tumbuhnya tanaman yang berperan penting dalam menopang tanaman. Tanah diolah menjadi subur atau ingin dibuat seperti apa dilakukan untuk mempengaruhi tumbuhan.
Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Seluruh sistem bumi berinteraksi di dalam tanah, yang tersusun dari materi organik tak terlarut yang dihasilkan oleh pelapukan dan penghancuran batuan, mineral, dan sedimen; bahan makanan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan; bermacam-macam materi organik, organisme baik hidup maupun mati, udara dan gas-gas lain serta air. Komposisi tanah yang ideal dalam kaitannya dengan kehidupan dan pertumbuhan tanaman adalah 45% padatan mineral, 25% udara dalam pori makro tanah, 25% air dalam pori mikro tanah dan 5% padatan bahan organik. Oleh sebab itu, tanah sebagai medium pertanian harus dapat dikelola dengan baik. Pengelolaan lahan yang baik memerlukan pengetahuan dasar pendayagunaan lahan. Pengetahuan yang dimaksud meliputi fisiografi, profil tanah, sifat-sifat fisika tanah dan sifat-sifat kimia tanah.
B.     Tujuan Praktikum
Praktikum kesuburan tanah ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah awal pada lahan yang digunakan.
2.      Untuk mengetahui sifat fisika pada suatu tanah.
3.      Untuk mengetahui sifat kimia pada suatu tanah.
4.      Untuk mengetahui gejala kekahatan unsur N, P, dan K pada tanaman kacang tanah dan jagung.
5.      Untuk mengetahui tentang pengaruh pemberian legin terhadap tanaman kacang tanah dan pemberian mikoriza pada tanaman jagung.





C.    Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Kesuburan Tanah ini dilaksanakan dalam tiga acara, yaitu :
1.      Analisis Kimia Tanah 
a.       Hari, tanggal         : Rabu, 18 April 2012
b.      Waktu                   : 08.00 – selesai WIB
c.       Tempat                  : Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
                              Fakultas Pertanian UNS
2.      Analisis Fisika Tanah 
a.       Hari, tanggal         : Kamis, 19 April 2012
b.      Waktu                   : 08.00 – selesai WIB
c.       Tempat                  : Laboratorium Fisika dan Kesuburan Tanah   
                                Fakultas Pertanian UNS
3.      Pengamatan Omission Test Tanaman Jagung            
a.       Hari, tanggal         : Senin, 2 April 2012
b.      Waktu                   : 11.00-12.30 WIB
c.       Tempat                  : Laboratorium Rumah Kaca Fakultas Pertanian 
                                UNS













II.  TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tanah Entisol
Entisol (alluvial) umumnya adalah tanah yang subur karena mengandung bahan-bahan alluvium yang diendapkan. Pada tanah ini tersedia air dengan baik tanpa kemungkinan adanya penggenangan karena keadaan alami air tanah. Tanah ini dikatakan baik apabila memiliki lapisan liat atau lempung berliat yang tebal (sekitar 1 m) terletak diatas lapisan tekstur yang sering membatasi aliran air tanah ke atas. Tanah ini ialah tanah mineral tidak dengan horison permulaan. Pengertian pokok order ini ialah tanah dengan regolit tebal tanpa horizon kecuali suatu lapis bajak. Yang tercakup dalam order ini, tanah yang sangat subur pada alluvium baru dan tanah yang tidak subur pada proses yang sangat gersang. Ciri umum semua entisol ialah perkembangan profil yang tidak jelas. (Buckman and Brady, 1982).
Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah.Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organic (Nuryani, et.al, 2003).
4
Entisols merupakan jenis tanah muda, dimana secara alami pembentuan tanahnya belum berlangsung. Entisols yang terbentuk dari endapan sungai berpotensi untuk pertanian lahan basah (padi) dan perikanan air tawar. Entisols yang terdapat di lahan kering, yang terbentuk dari bahan sedimen, batu gamping, terlebih jika dari bahan vulkanik, cukup berpotensi untuk pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan, buah-buahan, dan tanaman pakan ternak. Kandungan unsur hara tergantung dari bahan induk dari tanah ini dan biasanya miskin kandungan hidrogennya. Reaksi tanahnya adalah netral, agak masam sampai masam. Proses pembentukan tanahnya adalah bersifat alterasi lemah atau tanpa pembentukan tanah dan tanah ini memiliki permeabilitas dan kapasitas infiltrasi yang cepat sampai sangat cepat, daya menahan air sangat rendah dan sangat peka terhadap reaksi lingkungan (Reisenauer, 1976).
Tanah Entisols merupakan tanah yang masih muda perkembangannya. Secara umum, kandungan mineral primernya cukup banyak sehingga menunjang penyediaan unsur hara bagi tanaman. Jenis tanaman yang sesuai di tanah entisols adalah tanaman yang perakarannya tidak terlalu dalam (Budiono, 2003).
Tanah entisol merupakan tanah tanpa horison genetik alamiah atau dengan suatu horison yang baru mulai dibentuk. Konsep pokok dari golongan ini ialah tanah dengan regolit tebal tetapi tanpa horison, terkecuali lapisan olah. Termasuk ke dalam golongan ini adalah tanah yang sangat produktif duduk diatas alluvium resend dan tanah tidak subur yang duduk di atas pasir tandus. Tanah dangkal di atas hamparan batu juga termasuk disini. Ciri umum entisol ialah tidak adanya perkembangan profil yang nyata.Seperti dapat diharapkan, produktivitas entisol sangat beragam, sangat bergantung dari keadaan setempat dan ciri-cirinya. Bila dipupuk cukup dan penyediaan airnya dapat dikendalikan, tanah-tanah demikian cukup produktif. Akan tetapi, karena keterbatasan kedalaman tanah, kadar liat atau neraca airnya, maka penggunaan intensif dari daerah yang luas sangat terbatas (Soepardi, 1983).
B.     Tanah Inceptisol
Inceptisol adalah tanah – tanah yang dapat memiliki epipedon okhrik dan horison albik seperti yang dimiliki tanah entisol juga yang menpunyai beberapa sifat penciri lain ( misalnya horison kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno,1993).
Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat-sifat tersedianya airuntuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari tiga bulan berturut-turutdalam musim kemarau, satu atau lebih horizon pedogenik dengan sedikit akumulasibahan selain karbonat atau silika amorf, tekstur lebih halus dari pasir berlempung dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yangsedang sampai tinggi. Penyebaran liat ke dalam tanah tidak dapat diukur. Kisarankadar C- organik dan kapasitas tukar tempat, kecuali daerah kering, mulai dari kutubsampai tropika (Ali Kemas, 2005).
Tanah Inceptisol memiliki tekstur kasar dengan kadar pasir 60 %, hanyamempunyai horizon yang banyak mengandung sultat masam (catday) pH < 3,5 ,terdapat karatan. Tanah Inceptisol umumnya memiliki horizon kambik. Horizonkambik merupakan indikasi lemah atau spodik. (Hardjowigeno, 1992).
C.    Tanah Alfisol
Jenis tanah Alfisol memiliki lapisan solum tanah yang cukup tebal yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah adalah coklat sampai merah. Tekstur agak bervariasi dari lempung sampai liat, dengan struktur gumpal bersusut. Kandungan unsure hara tanaman seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat tinggi (Sarwono, 1982).
Alfisol merupakan order yang dicirikan oleh adanya horison ariglik dan mempunyai kejenuhan basa yang tinggi. Urutan proses pembentukan tanah meliputi pencucian karbonat, pencucian besi, pembentukan epipedon ochric (horison A1), pembentukan horison Aloik dan pengendapan Argilan. Alfisol pada umumnya berkembang dari batu kapur, olivin, tufa dan lahar. Bentuk wilayah beragam dari bergelombang hingga teroreh, tekstur berkisar antara sedang hingga halus, drainasenya baik. Jeluk tanah dangkal hingga dalam (Munir, 1996).
Mollisol yang lebih lembab (udol) terjadi di kawasan basah dengan pohon sebagai vegetasi alami. Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan padang rumput yang sangat luas yang terdapat di Iowa dan Illionois. Di sepanjang perbatasan Mollisol yang lebih basah terdapat daerah tanah luas yang dikembangkan di bawah pohon-pohon dengan epipedon okrik, horizon bawah permukaan argilik (horizon alluvial dari penimbunan tanah liat silikat), dan kejenuhan basa yang sama atau lebih rendah daripada Mollisol di dekatnya. Tanah-tanah ini disebut Alfisol (Foth, 1994).
Pada tanah Alfisol memilki kandungan P dan K sangat tergantung denagn umur dan macam tuff. Tanah-tanah yang berkembang dari batuan kapur tidak memperlihatkan bercak-bercak besi dan mangan, tekstur dengan bercak-bercak gloy, pH dan kejenuhan basa yang tingi serta kandungan P dan K yang rendah. Biasanya pada tanah Alfisol terdapat konkresi di bawah pada bajak dan mempunyai liat pada pod surfaces (Hakim, et al, 1986).
Pada tanah Alfisol memilki kandungan P dan K sangat tergantung denagn umur dan macam tuff. Tanah-tanah yang berkembang dari batuan kapur tidak memperlihatkan bercak-bercak besi dan mangan, tekstur dengan bercak-bercak gloy, pH dan kejenuhan basa yang tingi serta kandungan P dan K yang rendah. Biasanya pada tanah Alfisol terdapat konkresi di bawah pada bajak dan mempunyai liat pada pod surfaces  (Nurhajaty et al, 1986).
D.    Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah. Perbandingan tersebut antara fraksi-fraksi lempung (clay) dan fraksi pasir (sand). Golongan partikel tanah diberi nama fraksi tanah  (Kartasapoetra, 1992).
Tekstur tanah menunjukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Teristimewa tekstur merupakan perbandingan relatif pasir, debu dan liat atau kelompok partikel dengan ukuran lebih kecil dari kerikil (diameternya kurang dari 2 milimeter). Pada beberapa tanah, kerikil, batu dan batuan induk dari lapisan-lapisan tanah yang ada juga mempengaruhi tekstur dan mempengaruhi penggunaan tanah (Foth, 1994).
Kelas tekstur tanah adalah suatu komposisi pisahan pasir, debu, dan lempung yang dapat mendorong pembentukan suatu watak fisika kimiawi khas yang dijadikan penciri dan pembeda dari kelas tekstur lainnya. Kelas tekstur tanah dapat dibedakan berdasarkan pada analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap gatra pengagihan setiap kelompok pisahan tanah itu. Klasifikasi tekstur tanah secara detail berdasarkan metode rasa rabaan dan gejala konsistensi (Poerwowidodo, 1992).
Guna tekstur tanah secara fisik berperan pada struktur, aerasi, dan suhu tanah dan secara kimia berperan dalam pertukaran ion-ion, sifat penyangga kejenuhan basa dan sebagainya. Fraksi liat tergolong bagian tanah yang aktif, sedangkan fraksi pasir dan debu tergolong non aktif. Penetapan di lapangan dengan cara perasa adalah dengan mengambil contoh tanah dan basahi dengan air sedikit demi sedikit sambil diremas-remas, sampai pada keadaan lem lekat, lalu dibentuk bola dan dipilin-pilin membentuk pita sambil dirasakan (Kuswandi, 1993)
Fraksi pasir umumnya didominasi oleh mineral kuarsa (SiO2) yang sangat tahan terhadap pelapukan, sedangkan fraksi debu biasanya berasal dari mineral feldspar dan mika yang cepat lapuk. Makin kecil separat berarti makin banyak jumlah dan makin luas permukaannya per satuan bobot tanah yang menunjukkan makin padatnya pertikel-pertikel persatuan volume tanah (Ali Kemas, 2005).
E.     Struktur Tanah
Stuktur tanah merupakan salah satu sifat fisika tanah yang memiliki peran penting, antara lain pada ketersediaan air di dalam tanah, ketersediaan unsur hara di dalam tanah, perombakan tanaman, serta aktivitas mikroorganisme atau biota dalam tanah. Struktur tanah erat kaitannya dengan agregat tanah. Di dalam agregat, selain terdiri dari fraksi-fraksi beserta materi perekatnya, juga terdapat ruang-ruang diantara fraksi dan materi padat lainnya. Porositas dapat diketahui dengan menganalisis nilai bobot jenis (BJ) dan bobot volume (BV). Bobot jenis (BJ) merupakan perbandingan antara bobot partikel tanah dengan volume partikel tanah (tanpa pori-pori). Bobot volume (BV) merupakan perbandingan antara bobot partikel tanah dengan volume partikel tanah, dalam pengukurannya pori-pori tanah dihitung juga sebagai bagian dari volume tersebut (Hanafiah,2005).
Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan saling mengikat antara partikel-partikel tanah. Ikatan pertikel tanah itu berwujud sebagai agregat tanah yang membentuk dirinya. Agregat tanah tersebut dinamakan dengan pedon (Darmawijaya, 1990).
Struktur tanah mempengaruhi besarnya erosi, tanah-tanah yang berstruktur granuler lebih terbuka dan akan menyerap air lebih cepat daripada tanah yang berstruktur masif. Demikian pula peranan bahan organik penting terhadap stabilitas struktur tanah, karena bahan organik tanah berfungsi memperbaiki kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya pegang air tanah. Sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi adalah permeabilitas
(Sarwono, 1986).
Struktur mengubah pengaruh tekstur dengan memperhatikan hubungan kelembaban dan udara. Ukuran makroskopis sebagian besar berakibat terhadap ruang-ruang antar ped yang lebih besar daripada ruang-ruang yang sama yang ada diantara partikel-partikel pasir, debu dan liat yang berdekatan di dalam ped. Hal ini merupakan akibat struktural pada hubungan ruang pori yang membuat struktur menjadi begitu penting. Gerakan udara dan air dipermudah (Lynch, 1993).
Struktur tanah dapat dibagi dalam struktur makro dan mikro. Yang dimaksud dengan struktur makro atau struktur lapisan bawah tanah, yaitu penyusunan agregat-agregat tanah satu dengan yang lainnya. Sedang struktur mikro adalah penyusunan butir-butir primer tanah ke dalam butir-butir majemuk atau agregat-agregat yang satu sama lain dibatasi oleh bidang-bidang belah alami. Meskipun terdapat berbagai kemungkinan butir-butir primer menjadi agregat-agregat, akan tetapi dapat dibedakan dasar-dasar penyusunan itu (Kartasapoetra, 1991).
F.     Lengas Tanah
Kelengasan tanah adalah keadaan yang memberikan volume air (cairan) yang tertahan di dalam pori – pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak antara massa air dengan berbagai zarah tanah (adhesi) dan sesama massa air (kohesi). Adanya berbagai aras saling tindak ini menjadikan di dalam suatu sisten tanah ditemui aneka keadaan lengas tanah ( Poerwowidodo, 1992).
Kandungan energi atau energi bebas air tanah juga dinyatakan sebagai potensi air. Potensi air mempunyai tiga komponen atau subpotensi. Komponen atau potensi gravitasi penting dalam tanah jenuh dan ditunjukkan oleh kecenderungan air untuk mengalir ke elevasi yang lebih rendah. Potensi matriks adalah hasil tenaga adhesi dan kohesi yang berhubungan dengan jaringan partikel tanah atau matriks tanah. Potensi ini dinyatakan sehubungan dengan air murni, jadi sementara tanah mengering dan kandungan energi air menurun, potensi matriks menurun
(Henry D.Foth, 1994).
Tanah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa, didefinisikan sebagai bagian komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di dalam tanah terkandung mineral, bahan organik dan pori-pori yang berisi udara dan air (Sutopo, 2008).
Ketersediaan air dalam tanah dipengarhi oleh: banyaknya curah hujan atau irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya evapotranspirasi, tingginya muka air tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi atau kandungan garam-garam, dan kedalaman solum tanah atu lapisan tanah. Kadar lengas peralihan antara fase naik dengan naiknya kandungan lempung, lebih tinggi pada tanah lempung dibanding pada tanah pasir. Koefisien gesek nyata lebih tinggi pada tanah lempung dibanding pada tanah pasir. Kisaran khas untuk tanah pada baja halus yang dilicinkan secara biasa (Madjid, 2009).
Istilah kapasitas lapang dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang ada di dalam tanah saat air yang mengalir oleh gaya gravitasi halus berhenti. Jumlah air ini dapat dinyatakan sebagai persen terhadap berat atau persentasi terhadap volume (Sugeng Winarso, 2005).
G.    Konsistensi Tanah
Konsistensi adalah ketahanan tanah terhadap perubahan bentuk atau perpecahan. Keadaan ini ditentukan oleh sifat kohesi dan adhesi, padahal struktur menentukan bentuk, ukuran dan agregat alami tanah tertentu. Konsistensi tetap menentukan kekuatan keadaan alami gaya-gaya diantara partikel. Konsistensi penting untuk dipertimbangkan dalam pengolahan tanah untuk kepentingan lalu lintas. Bukit pasir menghambat sifat kohesi dan adhesi. Konsistensi tetap penting dalam pengolahan tanah (Foth, 1991).
Konsistensi tanah adalah perangai bahan tanah yang dicirikan oleh derajat dan wujud kakas kohesi dan adesi yang bekerja padanya pada aneka aras lengas, atau diwujudkan oleh ketahanannya terhadap perubahan bentuk atau keruntuhan jika terkena kakas perusak. Salah satu pemula pemeri konsistensi tanah adalah seorang pakar swedia yang bernama Atterberg. Atterberg berpendapat bahwa jika suatu massa tanah dicampur air dengan takaran berbeda sehingga terbentuk suatu pasta tanah, akan terlihat adanya peralihan berciri yang disebut batas. Setiap batas mempunyai kandungan lengas tertentu, dan kandungan lengas antara batas-batas itu akan mendorong massa tanahnya memperlihatkan perangai tertentu. Batas itu disebut dengan batas Atterberg (Poerwowidodo, 1992)
Konsistensi menyatakan daya bahan tanah melawan gaya tusuk, deformasi atau gaya pematahan. Konsistensi merupakan ungkapan mekanik daya ikat antar partikel yang berkaitan dengan tingkat dan macam kohesi dan adhesi. Ini berarti konsistensi oleh kadar air tanah. Faktor-faktor lain yang berpengaruh adalah bahan-bahan penyemen agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi. Konsistensi berkaitan erat dengan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah, seperti tekstur, macam liat, dan kadar bahan organik. Tanah bertekstur sama dapat berbeda konsistensinya karena berbeda macam liatnya
(D. Schroeder, 1994).
Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Keadaan tersebut ditunjukkan dari daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya yang akan mengubah bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan. Tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah (Hardjowigeno, 1992). 
Konsistensi menyatakan daya tahan tanah melawan gaya tusuk, deformasi atau gaya pematahan. Konsistensi merupakan ungkapan mekanik daya ikat antar partikel yang berkaitan dengan tingkat dan macam kohesi dan adhesi. Ini berarti konsistensi oleh kadar air tanah. Faktor-faktor lain yang berpengaruh adalah bahan-bahan penyemen agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi. Konsistensi berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah, seperti tekstur, macam liat, dan kadar bahan organik (Jamilah, 2003).
H.    pH Tanah
Keasaman atau kealkalian atau pH tanah adalah logaritma kepekatan ion-ion H+ dalam larutan sistem tanah. Kepekatan ion-ion H+ dalam larutan sistem tanah ini berkesetimbangan dengan H- tidak terdisosiasi senyawa-senyawa dapat dan tidak larut yang ada dalam sistem. Jadi pH tanah menunjukkan intensitas keasaman suatu sistem tanah, sedangkan kapasitas keasaman menunjukkan takaran ion H+ terdisosiasi ditambah ion H+  tidak terdisosiasi di dalam sistem tanah
(Poerwowidodo, 1992).
Ada dua metode yang digunakan dalam pengukuran pH, yaitu sacara elektrometrik dengan menggunakan pH meter dan secara volumetrik menggunakan indikator warna, kertas pH, pH stick indikator  dan kertas pH universal. Metode elektrometrik lebih akurat dibanding dengan metode volumetrik, karena dengan metode elektrometrik konsentrasi ion H+ larut dalam tanah diimbangi dengan elektroda hidrogen beku atau elektroda tang mempunyai fungsi yang sama (Buckman, 1982).
pH tanah bukan merupakan sifat morfologi tanah, tetapi pengukuran di lapang sering dilakukan dengan cara sederhana. Pengukuran pH tanah dapat memberi keterangan tentang hal-hal sebagai berikut, yaitu kebutuhan kapur, respon tanah, dan proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses pembentukan tanah yang pada umumnya berhubungan dengan reaksi tanah yang menyatakan keadaan unsur basa dalam tanah. Tanah asam banyak mengandung ion H+ yang dapat ditukar. Sedangkan, tanah alkali kaya akan unsur-unsur basa yang dapat ditukar. Ukuran pH tanah hanya merupakan ukuran intensitas keasaman tanah dan bukan kapasitas jumlah unsur (Darmawijaya, 1990).
Kemasaman didalam tanah dapat dihitung berdasarkan kedudukan ion H+. Apabila yang diukur adalah ion H+ yang ada didalam larutan tanah dikatakan sebagai kemasaman aktual. Apabila ion H+ yang diukur terdapat di komplek jerapan tanah dikatakan sebagai kemasaman potensial
(Seiriam, 2001).
Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab terdapat beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara; juga terdapat beberapa hubungan antara pH dan semua pembentukan serta sifat-sifat tanah. Pada umumnya, pH tanah ditentukan oleh: 1) Pencampuran suatu bagian tanah dengan dua bagianair suling (bahan lain yang sesuai seperti larutan garam netral), 2) campurkanlah mereka untuk mendapatkan tanah dan air smpai mendekati keseimbangan, dan kemudian 3) ukurlah pH suspensi air tanah (Foth, 1984).
I.       Kapasitas Pertukaran Kation
Pertukaran kation adalah pertukaran antara satu kation dalam satu larutan dan kation lain pada permukaan dari setiap permukaan dari bahan yang aktif. Semua komponen tanah mendukung perluasan tempat pertukaran kation tetapi pertukaran kation pada sebagian besar tanah dipusatkan sesuai dengan liat dan bahan organik. Kapasitas pertukaran kation merupakan ekspresi jumlah tapak penyerapan kation per satuan bobot tanah. Kapasitas ini di definisikan sebagai jumlah keseluruhan kation terserap yang dipertukarkan, yang dinyatakan dalam miliekuivalen per seratus gram tanah kering oven ( Foth, 1994).
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif. Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g. KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik (liat) (Munir, 2007).
KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif liat bukan berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi berasal dari mekanisme patahan atau sembulan di permukaan koloid liat, sehingga tergantung pada kadar H+ dan OH- dari larutan tanah (Winarso, 2005).
Kation tertukarkan yang paling penting adalah Ca, Mg, Na, K, H, Al, yang relatif lebih rendah adalah NH4 dan Fe, dan dalam jumlah sedikit Mn, Cu, dan Zn. Ion yang mempunyai potensial bersifat racun yang ada dalam larutan tanah dan dapat dijerap oleh koloid lempung adalah Pb, Cd, Hg, Cr, dan Sr (Rachman, 2005).
Kelat yaitu suatu senyawa organik yang berkombinasi dengan melindungi kation logam Fe, Mn, Zn, dan Cu membentuk suatu struktur lingkaran. Logam yang diikat dalam tanah organik kehilangan sifat ionnya sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu pada tanah organik selalu kekurangan unsur mikro untuk pertumbuhan tanaman (Munir, 1996).
J.      Bahan Organik
Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan mati, yang terdekomposisi dan mengalami modifikasi serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan hewan. Humus merupakan istilah yang sangat popular dan terbentuk dari bermacam-macam senyawa organik. Sedangkan bahan organik merupakan istilah yang lebih netral. Humus merupakan bahan organik tanah yang sudah mengalami perubahan bentuk dan bercampur dengan mineral tanah. Sumber bahan organik tanah adalah hasil fotosintesis, yaitu bagian atas tanaman seperti daun, duri, serta tanaman lainnnya (Rachman Sutanto, 2005).
Pemasok utama bahan organik tanah adalah tumbuhan dan hewan. Seresah tumbuhan dan bangkai hewan yang berada di atas dan di dalam tubuh tanah, akan segera diserang oleh jasad renik pengurai, yang menjadikannya sebagai sumber energi. Jasad renik pengurai ini nantinya akan menjadi pemasok bahan organik, jika telah mati
(Poerwowidodo, 1992).
Pengaruh terhadap sifat-sifat fisika tanah, bahan organik mendorong peningkatan daya menahan air tanah dan mempertinggi jumlah air yang tersedia untuk kehidupan tumbuhan. Humus adalah kata yang digunakan bila berhubungan dengan bahan organik yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai perubahan jauh. Satu dari ciri-ciri yang khas dan sangat penting dari humus adalah kandungan nitrogennya yang biasanya bervariasi dari 3 sampai 6 %, konsentrasi nitrogennya mungkin sering lebih rendah atau lebih tinggi. Dan kandungan karbon umumnya kurang variasi dan diperkirakan menjadi 58 %
(Foth, 1991).
Distribusi bahan organik dalam tanah berpengaruh terhadap cacing tanah, karena terkait dengan sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit jumlah cacing tanah yang dijumpai. Namun, apabila cacing tanah sedikit, sedangkan bahan organik segar banyak, pelapukannya akan terhambat, seperti terlihat di hutan dan padang rumput. Di padang rumput beririgasi di New South Wales, Australia yang tanpa cacing tanah, akumulasi sisa rumput dapat setebal 4cm, begitu cacing tanah diintroduksi akumulasi ini tidak lagi terjadi (Ali Kemas,et al, 2005).
Kandungan bahan organik terbukti berperan sebagai faktor kunci utama yang mampu mengendalikan mutu tanah secara kimia, fisika dan biologi.  Secara kimia, komposisi bahan organik ( yang dianalisis dengan 13C NMR ) adalah cukup kompleks dengan berbagai gugusan, seperti : Alkil, N-alkil, O-Alkil, Acetat, Aromatik, Fenolik, Karboksil.   Selain itu, pengaruh bahan organik terhadap kimia tanah adalah dapat menurunkan pH tanah karena bertindak sebagai donor proton, dapat mengikat logam beracun dengan membentuk khelat kompleks karena mempunyai gugus karboksil dan fenolik bermuatan negative, dapat meningkatkan KTK karena memberikan muatan negative dan dapat sebagai sumber hara bagi tanaman dari hasil mineralisasi (Markusanda & Kurnia, 2000).
K.      N,P, dan K pada Tanah dan Tanaman
Calsium (Ca) merupakan hara makro bagi tanaman disamping Nitrogen, Fosfor, Kalium, Magnesium dan Belerang. Unsur ini biasanya tidak dianggap sebagai unsur pupuk, oleh karena itu relatif kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan unsur N, P dan K. Pemakaian N, P dan K secara besar-besaran serta penggunaan varietas-varietas tanaman yang konsumtif terhadap unsur hara mengakibatkan unsur kalsium (Ca) terangkut dari Tanah secara terus-menerus, sehingga ketersedian di dalam tanah sangat kecil. Kalsium juga merupakan salah satu kation utama pada komplek pertukaran, sehingga biasa dihubungkan dengan masalah kemasaman tanah dan pengapuran, karena merupakan kation yang paling cocok untuk mengurangi kemasaman atau menaikan pH tanah (Foth, 1991).
Bersama unsur fosfor (P) dan kalium (K), nitogen (N) merupakan unsure hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Bahan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % N; jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40%. Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3- dan NH4+  bagi tanaman padi sawah (Russell, 1973).
Pemberian hara N menyebabkan kebutuhan tanaman akan hara lainnya seperti P dan K meningkat untuk mengimbangi laju pertumbuhan tanaman yang cepat. Hara K dalam tanaman sangat mobile dan mempunyai fungsi esensial dalam pengaturan tekanan osmosis sel, aktivitas enzim, pH sel, keseimbangan kation-anion, pengaturan transpirasi pada stomata dan transpirasi asimilat hasil fotosintesis. Unsur K sebagai penguat dinding sel terlibat dalam lignifikasi sklerenkim-jaringan dengan sel-sel berdinding tebal. Hara P diperlukan tanaman sejak awal pertumbuhan dan bersifat sangat mobile dalam jaringan tanaman. Hara ini berfungsi dalam menunjang pertumbuhan akar, anakan, pembungaan, dan pemasakan biji terutama bila temperatur udara rendah (Nanik, 2008).
Aspek penting kesuburan tanah dalam hubungannya dengan P adalah serapan P oleh tanaman selama periode kekuranagn (stress) air, karena sebagian besar P yang diserap oleh tanaman melalui proses difusi menunjukkan bahwa serapan P oleh kecambah jagung berkurang sesuai dengan penurunan kadar air tanah atau peningkatan stress/kekurangan air. Akan tetapi pengaruh kekurangan air terhadap serapan P tanaman dapat dikurangi dengan pemberian P yang tinggi (Rinsema, 1993).
Masing –masing metode pemberian pupuk K ada kelebihannya dengan pertimbangan makin menyebar menyebabkan K makin banyak kontak dengan bahan-bahan tanah, dan kondisi ini sangat merugikan apabila pada tanah-tanah yang mempunyai kemampuan menfiksasi K tinggi. Sedangkan apabila pemberian pada tempat tertentu (tugal atau alur) maka konsentrasi pada bagian-bagian tertentu tinggi sebaliknya bagian lain sedikit. Terlalu banyak konsentrasi K dapat merusak tanaman muda atau perakaran, yang akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Winarso, 2003).
L.       Omission Test
Usaha Percobaan untuk mengetahui gejala kekahatan suatu tanaman terhadap suatu unsur hara dapat dilakukan dengan metode element missing test atau omission test. Metode ini akan memperlakukan pemberian unsur hara terhadap tanaman dengan mengurangi salah satu unsur hara sehingga tanaman tersebut kekurangan dan menunjukkan gejala kekahatah akibat unsur hara tersebut tidak terpenuhi bagi pertumbuhan tanaman
(Sulaeman, 2005).
Kebutuhan tanaman untuk unsur hara sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Kekurangan suatu unsur hara atau disebut sebagai kekahatan menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang ditunjukkan dengan gejala kekahatan pada bagian tanaman. Gejala-gejala tersebut bukan disebabkan oleh hama maupun penyakit tanaman, tetapi disebabkan oleh kurangnya asupan suatu unsur hara bagi tanaman, meskipun unsur-unsur hara lainnya sudah memenuhi. Prinsip-prinsip pemenuhan unsur-unsur hara bagi suatu tanaman sesuai dengan prinsip dari hokum Liebeg (Ali kemas, 2005).
Jika ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhkan tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya yang secara visual dapat terlihat dari penyimpangan-penyimpangan pada pertumbuhannya. Gejala kekurangan unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan akar, batang atau daun yang terhambat (kerdil) dan klorosis pada berbagai organ tanaman (Lakitan, 2004).
Ketersediaan unsur hara tidak saja dalam jumlah dan bentuknya, melainkan keberadaan unsur hara lain juga bisa mempengaruhi ketersediaan suatu unsur bagi tanaman. Umumnya tanaman akan menyerap unsur hara secara optimal pada kisaran pH netral, karena semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tersedia dalam kondisi cukup. Kondisi tersebut tidak berakibat pada ketimpangan hara-hara di dalam tanah, artinya kondisi netral menggambarkan tidak ada suatu unsur hara yang terkandung sangat besar dan unsur hara lainnya menjadi lebih kecil (Foth, 1998).
M.     Legin
Legin adalah Inokulum Rhizobium yang mengandung bakteri Rhizobium untuk inokulasi (menulari) tanaman legum. Legin singkatan dari Legume Inoculant (Legume Inoculum).Bakteri Rhizobium adalah bakteri yang dapat bersimbiosis dengan tanaman legum, membentuk bintil akar, dan menambatnitrogen dari udara sehingga mampu mencukupi kebutuhan nitrogen tanamansekurang-kurangnya sebesar 75 %
(Agustina, L. 1990).
Pada tanah yang gembur, akar tanaman kedelai dapat menembus tanah sampai kedalaman 1,5 m. Pada akar lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri rhizobium pengikat N dari udara. Bintil akar ini biasanya akan terbentuk 15-20 hari setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai atau kacang-kacangan lainnya, bintil akar tidak akan tumbuh. Oleh sebab itu, benih yang akan ditanam harus dicampur dulu dengan Legin (Sutarmi, 1983).
Inokulasi biji dengan bakteri rhizobium japonicum (Legin) umumnya paling sering dilakukan di Indonesia, yaitu dengan takaran 5-8g/kg benih kedelai. Mula-mula biji kedelai dibasahi dengan air secukupnya kemudian diberi bubukan bakteri Rhizobium japonikum sehingga bakteri tersebut dapat menempel di biji.Bakteri tersebut kemudian dapat melakukan infeksi pada akar sehingga terbentuk nodul atau bintil akar.Bahan pembawa bakteri pada inokulasi biji ini umumnya berupa humus (peat)
(Adisarwanto, 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar