I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tanah merupakan salah
satu faktor yang terpenting bagi kehidupan. Tanah dikaruniakan tuhan kepada
umatNya demi kehidupan manusia, maka tidak mengherankan kalau tanah itu
dimanapun di pelosok dunia selalu menjadi rebutan antar manusia. Akan tetapi
sangat disayangkan bahwa pada umumnya manusia itu setelah berhasil menguasai
sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, mereka bahkan
merusak dan selanjutnya menelantarkan tanah itu menurut kehendaknya tanpa
memikirkan bahwa tanah yang dikuasainya memiliki fungsi sosial.
Tanah sebagai sumberdaya alam yang
dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam aktivitas guna memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumberdaya yang digunakan untuk keperluan
pertanian dapat bersifat sebagai sumberdaya yang dapat pulih (reversible)
dan dapat pula sebagai sumberdaya yang dapat habis. Dalam usaha pertanian tanah
mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar
serta tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup
tumbuhan.
Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika,
kimia dan biologi tanah. Keadaan fisika tanah meliputi kedalaman efektif,
tekstur, struktur, kelembaban dan tata udara tanah. Keadaan kimia tanah
meliputi reaksi tanah (pH tanah), KTK, kejenuhan basa, bahan organik, banyaknya
unsur hara, cadangan unsur hara dan ketersediaan terhadap pertumbuhan
tanaman. Sedangkan biologi tanah antara lain meliputi aktivitas mikrobia
perombak bahan organik dalam proses humifikasi dan pengikatan nitrogen udara.
1
|
Komposisi tanah berbeda-beda pada
satu lokasi dengan lokasi yang lain. Seluruh sistem bumi berinteraksi di dalam
tanah, yang tersusun dari materi organik tak terlarut yang dihasilkan oleh
pelapukan dan penghancuran batuan, mineral, dan sedimen; bahan makanan
digunakan oleh tumbuh-tumbuhan; bermacam-macam materi organik, organisme baik
hidup maupun mati, udara dan gas-gas lain serta air. Komposisi tanah yang ideal dalam kaitannya
dengan kehidupan dan pertumbuhan tanaman adalah 45% padatan mineral, 25% udara
dalam pori makro tanah, 25% air dalam pori mikro tanah dan 5% padatan bahan
organik. Oleh sebab itu, tanah sebagai medium pertanian harus dapat
dikelola dengan baik. Pengelolaan lahan yang baik memerlukan pengetahuan dasar
pendayagunaan lahan. Pengetahuan yang dimaksud meliputi fisiografi, profil
tanah, sifat-sifat fisika tanah dan sifat-sifat kimia tanah.
B. Tujuan Praktikum
Praktikum kesuburan
tanah ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
tingkat kesuburan tanah awal pada lahan yang digunakan.
2.
Untuk mengetahui sifat fisika pada suatu tanah.
3.
Untuk mengetahui sifat kimia pada suatu tanah.
4.
Untuk mengetahui gejala kekahatan unsur N, P, dan K pada tanaman kacang
tanah dan jagung.
5.
Untuk mengetahui tentang pengaruh pemberian legin terhadap tanaman kacang
tanah dan pemberian mikoriza pada tanaman jagung.
C. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Kesuburan Tanah ini
dilaksanakan dalam tiga acara, yaitu :
1. Analisis
Kimia Tanah
a.
Hari, tanggal : Rabu, 18 April 2012
b.
Waktu : 08.00 – selesai WIB
c.
Tempat : Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
Fakultas
Pertanian UNS
2.
Analisis Fisika Tanah
a.
Hari, tanggal : Kamis, 19 April 2012
b.
Waktu : 08.00 – selesai WIB
c.
Tempat :
Laboratorium Fisika dan Kesuburan Tanah
Fakultas
Pertanian UNS
3.
Pengamatan Omission Test
Tanaman Jagung
a.
Hari, tanggal : Senin, 2 April 2012
b.
Waktu : 11.00-12.30 WIB
c.
Tempat : Laboratorium Rumah Kaca Fakultas Pertanian
UNS
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tanah Entisol
Entisol (alluvial)
umumnya adalah tanah yang subur karena mengandung bahan-bahan alluvium yang
diendapkan. Pada tanah ini tersedia air dengan baik tanpa kemungkinan adanya
penggenangan karena keadaan alami air tanah. Tanah ini dikatakan baik apabila
memiliki lapisan liat atau lempung berliat yang tebal (sekitar 1 m) terletak
diatas lapisan tekstur yang sering membatasi aliran air tanah ke atas. Tanah
ini ialah tanah mineral tidak dengan horison permulaan. Pengertian pokok order
ini ialah tanah dengan regolit tebal tanpa horizon kecuali suatu lapis bajak. Yang
tercakup dalam order ini, tanah yang sangat subur pada alluvium baru dan tanah
yang tidak subur pada proses yang sangat gersang. Ciri umum semua entisol ialah
perkembangan profil yang tidak jelas. (Buckman and Brady, 1982).
Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal
persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah.
Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka
terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah.Potensi tanah yang berasal
dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan
dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam
organic (Nuryani, et.al, 2003).
4
|
Tanah Entisols merupakan tanah yang masih muda perkembangannya. Secara
umum, kandungan mineral primernya cukup banyak sehingga menunjang penyediaan
unsur hara bagi tanaman. Jenis tanaman yang sesuai di tanah entisols adalah
tanaman yang perakarannya tidak terlalu dalam (Budiono, 2003).
Tanah entisol merupakan
tanah tanpa horison genetik alamiah atau dengan suatu horison yang baru mulai
dibentuk. Konsep pokok dari golongan ini ialah tanah dengan regolit tebal
tetapi tanpa horison, terkecuali lapisan olah. Termasuk ke dalam golongan ini
adalah tanah yang sangat produktif duduk diatas alluvium resend dan tanah tidak
subur yang duduk di atas pasir tandus. Tanah dangkal di atas hamparan batu juga
termasuk disini. Ciri umum entisol ialah tidak adanya perkembangan profil yang
nyata.Seperti dapat diharapkan, produktivitas entisol sangat beragam, sangat
bergantung dari keadaan setempat dan ciri-cirinya. Bila dipupuk cukup dan
penyediaan airnya dapat dikendalikan, tanah-tanah demikian cukup produktif.
Akan tetapi, karena keterbatasan kedalaman tanah, kadar liat atau neraca
airnya, maka penggunaan intensif dari daerah yang luas sangat terbatas
(Soepardi, 1983).
B.
Tanah Inceptisol
Inceptisol adalah tanah – tanah yang dapat memiliki epipedon
okhrik dan horison albik seperti yang dimiliki tanah entisol
juga yang menpunyai beberapa sifat penciri lain ( misalnya horison kambik)
tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah
yang belum matang (immature) yang perkembangan profil yang lebih lemah
dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya
(Hardjowigeno,1993).
Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi
sifat-sifat tersedianya airuntuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih
dari tiga bulan berturut-turutdalam musim kemarau, satu atau lebih horizon
pedogenik dengan sedikit akumulasibahan selain karbonat atau silika amorf,
tekstur lebih halus dari pasir berlempung dengan beberapa mineral lapuk dan
kemampuan menahan kation fraksi lempung yangsedang sampai tinggi. Penyebaran
liat ke dalam tanah tidak dapat diukur. Kisarankadar C- organik dan kapasitas tukar
tempat, kecuali daerah kering, mulai dari kutubsampai tropika (Ali Kemas,
2005).
Tanah Inceptisol memiliki tekstur kasar dengan
kadar pasir 60 %, hanyamempunyai horizon yang banyak mengandung sultat masam
(catday) pH < 3,5 ,terdapat karatan. Tanah Inceptisol umumnya memiliki
horizon kambik. Horizonkambik merupakan indikasi lemah atau spodik.
(Hardjowigeno, 1992).
C.
Tanah Alfisol
Jenis tanah Alfisol memiliki
lapisan solum tanah yang cukup tebal yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas
antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah adalah coklat sampai merah.
Tekstur agak bervariasi dari lempung sampai liat, dengan struktur gumpal
bersusut. Kandungan unsure hara tanaman seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah
dan reaksi tanahnya (pH) sangat tinggi (Sarwono, 1982).
Alfisol merupakan order yang dicirikan oleh
adanya horison ariglik dan mempunyai kejenuhan basa yang tinggi. Urutan proses
pembentukan tanah meliputi pencucian karbonat, pencucian besi, pembentukan
epipedon ochric (horison A1), pembentukan horison Aloik dan
pengendapan Argilan. Alfisol pada umumnya berkembang dari batu kapur, olivin,
tufa dan lahar. Bentuk wilayah beragam dari bergelombang hingga teroreh,
tekstur berkisar antara sedang hingga halus, drainasenya baik. Jeluk tanah
dangkal hingga dalam (Munir, 1996).
Mollisol yang lebih
lembab (udol) terjadi di kawasan basah dengan pohon sebagai vegetasi alami.
Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan padang rumput yang sangat luas
yang terdapat di Iowa dan Illionois. Di sepanjang perbatasan Mollisol yang lebih
basah terdapat daerah tanah luas yang dikembangkan di bawah pohon-pohon dengan
epipedon okrik, horizon bawah permukaan argilik (horizon alluvial dari
penimbunan tanah liat silikat), dan kejenuhan basa yang sama atau lebih rendah
daripada Mollisol di dekatnya. Tanah-tanah ini disebut Alfisol (Foth, 1994).
Pada tanah Alfisol memilki kandungan P dan K sangat tergantung
denagn umur dan macam tuff. Tanah-tanah yang berkembang dari batuan kapur tidak
memperlihatkan bercak-bercak besi dan mangan, tekstur dengan bercak-bercak
gloy, pH dan kejenuhan basa yang tingi serta kandungan P dan K yang rendah.
Biasanya pada tanah Alfisol terdapat konkresi di bawah pada bajak dan mempunyai
liat pada pod surfaces (Hakim, et al, 1986).
Pada tanah Alfisol memilki
kandungan P dan K sangat tergantung denagn umur dan macam tuff. Tanah-tanah
yang berkembang dari batuan kapur tidak memperlihatkan bercak-bercak besi dan
mangan, tekstur dengan bercak-bercak gloy, pH dan kejenuhan basa yang tingi
serta kandungan P dan K yang rendah. Biasanya pada tanah Alfisol terdapat
konkresi di bawah pada bajak dan mempunyai liat pada pod surfaces (Nurhajaty et al, 1986).
D. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif
tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah. Perbandingan tersebut antara
fraksi-fraksi lempung (clay) dan fraksi pasir (sand). Golongan partikel tanah
diberi nama fraksi tanah (Kartasapoetra, 1992).
Tekstur
tanah menunjukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Teristimewa tekstur
merupakan perbandingan relatif pasir, debu dan liat atau kelompok partikel
dengan ukuran lebih kecil dari kerikil (diameternya kurang dari 2 milimeter).
Pada beberapa tanah, kerikil, batu dan batuan induk dari lapisan-lapisan tanah
yang ada juga mempengaruhi tekstur dan mempengaruhi penggunaan tanah (Foth,
1994).
Kelas
tekstur tanah adalah suatu komposisi pisahan pasir, debu, dan lempung yang
dapat mendorong pembentukan suatu watak fisika kimiawi khas yang dijadikan
penciri dan pembeda dari kelas tekstur lainnya. Kelas tekstur tanah dapat dibedakan
berdasarkan pada analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap gatra pengagihan
setiap kelompok pisahan tanah itu. Klasifikasi tekstur tanah secara detail
berdasarkan metode rasa rabaan dan gejala konsistensi (Poerwowidodo, 1992).
Guna
tekstur tanah secara fisik berperan pada struktur, aerasi, dan suhu tanah dan
secara kimia berperan dalam pertukaran ion-ion, sifat penyangga kejenuhan basa
dan sebagainya. Fraksi liat tergolong bagian tanah yang aktif, sedangkan fraksi
pasir dan debu tergolong non aktif. Penetapan di lapangan dengan cara perasa
adalah dengan mengambil contoh tanah dan basahi dengan air sedikit demi sedikit
sambil diremas-remas, sampai pada keadaan lem lekat, lalu dibentuk bola dan
dipilin-pilin membentuk pita sambil dirasakan (Kuswandi, 1993)
Fraksi pasir umumnya didominasi oleh mineral
kuarsa (SiO2) yang sangat tahan terhadap pelapukan, sedangkan fraksi debu
biasanya berasal dari mineral feldspar dan mika yang cepat lapuk. Makin kecil
separat berarti makin banyak jumlah dan makin luas permukaannya per satuan
bobot tanah yang menunjukkan makin padatnya pertikel-pertikel persatuan volume
tanah (Ali Kemas, 2005).
E.
Struktur Tanah
Stuktur tanah merupakan salah satu sifat fisika
tanah yang memiliki peran penting, antara lain pada ketersediaan air di dalam
tanah, ketersediaan unsur hara di dalam tanah, perombakan tanaman, serta
aktivitas mikroorganisme atau biota dalam tanah. Struktur tanah erat kaitannya
dengan agregat tanah. Di dalam agregat, selain terdiri dari fraksi-fraksi beserta
materi perekatnya, juga terdapat ruang-ruang diantara fraksi dan materi padat
lainnya. Porositas dapat diketahui dengan menganalisis nilai bobot jenis (BJ)
dan bobot volume (BV). Bobot jenis (BJ) merupakan perbandingan antara bobot
partikel tanah dengan volume partikel tanah (tanpa pori-pori). Bobot volume
(BV) merupakan perbandingan antara bobot partikel tanah dengan volume partikel
tanah, dalam pengukurannya pori-pori tanah dihitung juga sebagai bagian dari
volume tersebut (Hanafiah,2005).
Struktur tanah
didefinisikan sebagai susunan saling mengikat antara partikel-partikel tanah.
Ikatan pertikel tanah itu berwujud sebagai agregat tanah yang membentuk
dirinya. Agregat tanah tersebut dinamakan dengan pedon (Darmawijaya, 1990).
Struktur tanah mempengaruhi besarnya erosi, tanah-tanah yang berstruktur
granuler lebih terbuka dan akan menyerap air lebih cepat daripada tanah yang
berstruktur masif. Demikian pula peranan bahan organik penting terhadap
stabilitas struktur tanah, karena bahan organik tanah berfungsi memperbaiki
kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya pegang
air tanah. Sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi adalah
permeabilitas
(Sarwono,
1986).
Struktur mengubah
pengaruh tekstur dengan memperhatikan hubungan kelembaban dan udara. Ukuran
makroskopis sebagian besar berakibat terhadap ruang-ruang antar ped yang lebih
besar daripada ruang-ruang yang sama yang ada diantara partikel-partikel pasir,
debu dan liat yang berdekatan di dalam ped. Hal ini merupakan akibat struktural
pada hubungan ruang pori yang membuat struktur menjadi begitu penting. Gerakan
udara dan air dipermudah (Lynch, 1993).
Struktur tanah dapat
dibagi dalam struktur makro dan mikro. Yang dimaksud dengan struktur makro atau
struktur lapisan bawah tanah, yaitu penyusunan agregat-agregat tanah satu
dengan yang lainnya. Sedang struktur mikro adalah penyusunan butir-butir primer
tanah ke dalam butir-butir majemuk atau agregat-agregat yang satu sama lain
dibatasi oleh bidang-bidang belah alami. Meskipun terdapat berbagai kemungkinan
butir-butir primer menjadi agregat-agregat, akan tetapi dapat dibedakan
dasar-dasar penyusunan itu (Kartasapoetra, 1991).
F.
Lengas Tanah
Kelengasan tanah adalah keadaan yang memberikan volume air (cairan) yang
tertahan di dalam pori – pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak
antara massa air dengan berbagai zarah tanah (adhesi) dan sesama massa air
(kohesi). Adanya berbagai aras saling tindak ini menjadikan di dalam suatu sisten
tanah ditemui aneka keadaan lengas tanah ( Poerwowidodo, 1992).
Kandungan energi atau
energi bebas air tanah juga dinyatakan sebagai potensi air. Potensi air
mempunyai tiga komponen atau subpotensi. Komponen atau potensi gravitasi
penting dalam tanah jenuh dan ditunjukkan oleh kecenderungan air untuk mengalir
ke elevasi yang lebih rendah. Potensi matriks adalah hasil tenaga adhesi dan
kohesi yang berhubungan dengan jaringan partikel tanah atau matriks tanah.
Potensi ini dinyatakan sehubungan dengan air murni, jadi sementara tanah
mengering dan kandungan energi air menurun, potensi matriks menurun
(Henry D.Foth, 1994).
Tanah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 tahun
2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa,
didefinisikan sebagai bagian komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi
yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, mempunyai sifat fisik,
kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya. Di dalam tanah terkandung mineral, bahan organik dan pori-pori
yang berisi udara dan air (Sutopo, 2008).
Ketersediaan air dalam tanah dipengarhi
oleh: banyaknya curah hujan atau irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya
evapotranspirasi, tingginya muka air tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa
kimiawi atau kandungan garam-garam, dan kedalaman solum tanah atu lapisan tanah. Kadar lengas peralihan antara fase naik
dengan naiknya kandungan lempung, lebih tinggi pada tanah lempung dibanding
pada tanah pasir. Koefisien gesek nyata lebih tinggi pada tanah lempung
dibanding pada tanah pasir. Kisaran khas untuk tanah pada baja halus yang
dilicinkan secara biasa (Madjid,
2009).
Istilah kapasitas lapang dapat didefinisikan sebagai jumlah air
yang ada di dalam tanah saat air yang mengalir oleh gaya gravitasi halus
berhenti. Jumlah air ini dapat dinyatakan sebagai persen terhadap berat atau
persentasi terhadap volume (Sugeng Winarso, 2005).
G.
Konsistensi Tanah
Konsistensi adalah ketahanan tanah terhadap
perubahan bentuk atau perpecahan. Keadaan ini ditentukan oleh sifat kohesi dan
adhesi, padahal struktur menentukan bentuk, ukuran dan agregat alami tanah
tertentu. Konsistensi tetap menentukan kekuatan keadaan alami gaya-gaya
diantara partikel. Konsistensi penting untuk dipertimbangkan dalam pengolahan
tanah untuk kepentingan lalu lintas. Bukit pasir menghambat sifat kohesi dan
adhesi. Konsistensi tetap penting dalam pengolahan tanah (Foth, 1991).
Konsistensi tanah adalah perangai bahan tanah yang dicirikan oleh
derajat dan wujud kakas kohesi dan adesi yang bekerja padanya pada aneka aras
lengas, atau diwujudkan oleh ketahanannya terhadap perubahan bentuk atau
keruntuhan jika terkena kakas perusak. Salah satu pemula pemeri konsistensi
tanah adalah seorang pakar swedia yang bernama Atterberg. Atterberg berpendapat
bahwa jika suatu massa tanah dicampur air dengan takaran berbeda sehingga
terbentuk suatu pasta tanah, akan terlihat adanya peralihan berciri yang
disebut batas. Setiap batas mempunyai kandungan lengas tertentu, dan kandungan
lengas antara batas-batas itu akan mendorong massa tanahnya memperlihatkan
perangai tertentu. Batas itu disebut dengan batas Atterberg (Poerwowidodo,
1992)
Konsistensi menyatakan daya bahan tanah
melawan gaya tusuk, deformasi atau gaya pematahan. Konsistensi merupakan
ungkapan mekanik daya ikat antar partikel yang berkaitan dengan tingkat dan
macam kohesi dan adhesi. Ini berarti konsistensi oleh kadar air tanah.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh adalah bahan-bahan penyemen agregat tanah,
bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi. Konsistensi berkaitan erat
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah, seperti tekstur, macam
liat, dan kadar bahan organik. Tanah bertekstur sama dapat berbeda
konsistensinya karena berbeda macam liatnya
(D.
Schroeder, 1994).
Konsistensi tanah
menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah dengan daya
adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Keadaan tersebut ditunjukkan dari
daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya yang akan
mengubah bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan.
Tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak
melekat pada alat pengolah tanah (Hardjowigeno, 1992).
Konsistensi menyatakan
daya tahan tanah melawan gaya tusuk, deformasi atau gaya pematahan. Konsistensi
merupakan ungkapan mekanik daya ikat antar partikel yang berkaitan dengan
tingkat dan macam kohesi dan adhesi. Ini berarti konsistensi oleh kadar air
tanah. Faktor-faktor lain yang berpengaruh adalah bahan-bahan penyemen agregat
tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi. Konsistensi berkaitan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah, seperti tekstur, macam
liat, dan kadar bahan organik (Jamilah, 2003).
H.
pH Tanah
Keasaman atau
kealkalian atau pH tanah adalah logaritma kepekatan ion-ion H+ dalam
larutan sistem tanah. Kepekatan ion-ion H+ dalam larutan sistem
tanah ini berkesetimbangan dengan H- tidak terdisosiasi
senyawa-senyawa dapat dan tidak larut yang ada dalam sistem. Jadi pH tanah
menunjukkan intensitas keasaman suatu sistem tanah, sedangkan kapasitas
keasaman menunjukkan takaran ion H+ terdisosiasi ditambah ion H+
tidak terdisosiasi di dalam sistem
tanah
(Poerwowidodo, 1992).
Ada dua metode yang
digunakan dalam pengukuran pH, yaitu sacara elektrometrik dengan menggunakan pH
meter dan secara volumetrik menggunakan indikator warna, kertas pH, pH stick
indikator dan kertas pH universal.
Metode elektrometrik lebih akurat dibanding dengan metode volumetrik, karena
dengan metode elektrometrik konsentrasi ion H+ larut dalam tanah
diimbangi dengan elektroda hidrogen beku atau elektroda tang mempunyai fungsi
yang sama (Buckman, 1982).
pH tanah bukan merupakan sifat morfologi tanah, tetapi pengukuran di lapang
sering dilakukan dengan cara sederhana. Pengukuran pH tanah dapat memberi
keterangan tentang hal-hal sebagai berikut, yaitu kebutuhan kapur, respon
tanah, dan proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses pembentukan tanah
yang pada umumnya berhubungan dengan reaksi tanah yang menyatakan keadaan unsur
basa dalam tanah. Tanah asam banyak mengandung ion H+ yang dapat ditukar.
Sedangkan, tanah alkali kaya akan unsur-unsur basa yang dapat ditukar. Ukuran
pH tanah hanya merupakan ukuran intensitas keasaman tanah dan bukan kapasitas
jumlah unsur (Darmawijaya, 1990).
Kemasaman didalam tanah dapat dihitung berdasarkan kedudukan ion H+.
Apabila yang diukur adalah ion H+ yang ada didalam larutan tanah
dikatakan sebagai kemasaman aktual. Apabila ion H+ yang diukur
terdapat di komplek jerapan tanah dikatakan sebagai kemasaman potensial
(Seiriam, 2001).
Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab terdapat beberapa
hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara; juga terdapat beberapa hubungan
antara pH dan semua pembentukan serta sifat-sifat tanah. Pada umumnya, pH tanah
ditentukan oleh: 1) Pencampuran suatu bagian tanah dengan dua bagianair suling
(bahan lain yang sesuai seperti larutan garam netral), 2) campurkanlah mereka
untuk mendapatkan tanah dan air smpai mendekati keseimbangan, dan kemudian 3)
ukurlah pH suspensi air tanah (Foth, 1984).
I.
Kapasitas Pertukaran Kation
Pertukaran kation adalah pertukaran antara satu kation dalam satu larutan
dan kation lain pada permukaan dari setiap permukaan dari bahan yang aktif.
Semua komponen tanah mendukung perluasan tempat pertukaran kation tetapi
pertukaran kation pada sebagian besar tanah dipusatkan sesuai dengan liat dan
bahan organik. Kapasitas pertukaran kation merupakan ekspresi jumlah tapak
penyerapan kation per satuan bobot tanah. Kapasitas ini di definisikan sebagai
jumlah keseluruhan kation terserap yang dipertukarkan, yang dinyatakan dalam
miliekuivalen per seratus gram tanah kering oven ( Foth, 1994).
KTK koloid organik
sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat
dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif. Nilai KTK
koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik.
Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100
g. KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation
yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan
koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik (liat)
(Munir, 2007).
KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah
jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber
muatan negatif liat bukan berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi
berasal dari mekanisme patahan atau sembulan di permukaan koloid liat, sehingga
tergantung pada kadar H+ dan OH- dari larutan tanah (Winarso, 2005).
Kation tertukarkan yang paling penting adalah Ca, Mg, Na,
K, H, Al, yang relatif lebih rendah adalah NH4 dan Fe, dan dalam jumlah sedikit
Mn, Cu, dan Zn. Ion yang mempunyai potensial bersifat racun yang ada dalam
larutan tanah dan dapat dijerap oleh koloid lempung adalah Pb, Cd, Hg, Cr, dan
Sr (Rachman, 2005).
Kelat yaitu suatu senyawa organik yang berkombinasi dengan melindungi
kation logam Fe, Mn, Zn, dan Cu membentuk suatu struktur lingkaran. Logam yang
diikat dalam tanah organik kehilangan sifat ionnya sehingga tidak tersedia bagi
tanaman. Oleh karena itu pada tanah organik selalu kekurangan unsur mikro untuk
pertumbuhan tanaman (Munir, 1996).
J.
Bahan Organik
Bahan organik tanah
terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan fauna, perakaran
tanaman yang hidup dan mati, yang terdekomposisi dan mengalami modifikasi serta
hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan hewan. Humus merupakan
istilah yang sangat popular dan terbentuk dari bermacam-macam senyawa organik.
Sedangkan bahan organik merupakan istilah yang lebih netral. Humus merupakan
bahan organik tanah yang sudah mengalami perubahan bentuk dan bercampur dengan
mineral tanah. Sumber bahan organik tanah adalah hasil fotosintesis, yaitu
bagian atas tanaman seperti daun, duri, serta tanaman lainnnya (Rachman
Sutanto, 2005).
Pemasok utama bahan
organik tanah adalah tumbuhan dan hewan. Seresah tumbuhan dan bangkai hewan
yang berada di atas dan di dalam tubuh tanah, akan segera diserang oleh jasad
renik pengurai, yang menjadikannya sebagai sumber energi. Jasad renik pengurai
ini nantinya akan menjadi pemasok bahan organik, jika telah mati
(Poerwowidodo, 1992).
Pengaruh
terhadap sifat-sifat fisika tanah, bahan organik mendorong peningkatan daya
menahan air tanah dan mempertinggi jumlah air yang tersedia untuk kehidupan
tumbuhan. Humus adalah kata yang digunakan bila berhubungan dengan bahan
organik yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai
perubahan jauh. Satu dari ciri-ciri yang khas dan sangat penting dari humus
adalah kandungan nitrogennya yang biasanya bervariasi dari 3 sampai 6 %,
konsentrasi nitrogennya mungkin sering lebih rendah atau lebih tinggi. Dan
kandungan karbon umumnya kurang variasi dan diperkirakan menjadi 58 %
(Foth,
1991).
Distribusi bahan
organik dalam tanah berpengaruh terhadap cacing tanah, karena terkait dengan
sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit jumlah
cacing tanah yang dijumpai. Namun, apabila cacing tanah sedikit, sedangkan
bahan organik segar banyak, pelapukannya akan terhambat, seperti terlihat di
hutan dan padang rumput. Di padang rumput beririgasi di New South Wales,
Australia yang tanpa cacing tanah, akumulasi sisa rumput dapat setebal 4cm,
begitu cacing tanah diintroduksi akumulasi ini tidak lagi terjadi (Ali Kemas,et
al, 2005).
Kandungan bahan organik terbukti berperan sebagai faktor kunci utama yang
mampu mengendalikan mutu tanah secara kimia, fisika dan biologi. Secara kimia, komposisi bahan organik ( yang
dianalisis dengan 13C NMR ) adalah cukup kompleks dengan berbagai
gugusan, seperti : Alkil, N-alkil, O-Alkil, Acetat, Aromatik, Fenolik,
Karboksil. Selain itu, pengaruh bahan
organik terhadap kimia tanah adalah dapat menurunkan pH tanah karena bertindak
sebagai donor proton, dapat mengikat logam beracun dengan membentuk khelat
kompleks karena mempunyai gugus karboksil dan fenolik bermuatan negative, dapat
meningkatkan KTK karena memberikan muatan negative dan dapat sebagai sumber
hara bagi tanaman dari hasil mineralisasi (Markusanda & Kurnia, 2000).
K.
N,P, dan K pada Tanah dan Tanaman
Calsium (Ca) merupakan
hara makro bagi tanaman disamping Nitrogen, Fosfor, Kalium, Magnesium dan
Belerang. Unsur ini biasanya tidak dianggap sebagai unsur pupuk, oleh karena
itu relatif kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan unsur N, P dan K.
Pemakaian N, P dan K secara besar-besaran serta penggunaan varietas-varietas
tanaman yang konsumtif terhadap unsur hara mengakibatkan unsur kalsium (Ca)
terangkut dari Tanah secara terus-menerus, sehingga ketersedian di dalam tanah
sangat kecil. Kalsium juga merupakan salah satu kation utama pada komplek
pertukaran, sehingga biasa dihubungkan dengan masalah kemasaman tanah dan
pengapuran, karena merupakan kation yang paling cocok untuk mengurangi
kemasaman atau menaikan pH tanah (Foth, 1991).
Bersama unsur fosfor (P) dan kalium
(K), nitogen (N) merupakan unsure hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman.
Bahan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % N; jauh lebih rendah dari
kandungan C yang berkisar 40%. Namun hara N merupakan komponen protein (asam
amino) dan khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk
NO3- dan NH4+ bagi tanaman padi sawah (Russell, 1973).
Pemberian hara N menyebabkan
kebutuhan tanaman akan hara lainnya seperti P dan K meningkat untuk mengimbangi
laju pertumbuhan tanaman yang cepat. Hara K dalam tanaman sangat mobile dan
mempunyai fungsi esensial dalam pengaturan tekanan osmosis sel, aktivitas
enzim, pH sel, keseimbangan kation-anion, pengaturan transpirasi pada stomata
dan transpirasi asimilat hasil fotosintesis. Unsur K sebagai penguat dinding
sel terlibat dalam lignifikasi sklerenkim-jaringan dengan sel-sel berdinding
tebal. Hara P diperlukan tanaman sejak awal pertumbuhan dan bersifat sangat
mobile dalam jaringan tanaman. Hara ini berfungsi dalam menunjang pertumbuhan
akar, anakan, pembungaan, dan pemasakan biji terutama bila temperatur udara
rendah (Nanik, 2008).
Aspek penting kesuburan tanah dalam
hubungannya dengan P adalah serapan P oleh tanaman selama periode kekuranagn
(stress) air, karena sebagian besar P yang diserap oleh tanaman melalui proses
difusi menunjukkan bahwa serapan P oleh kecambah jagung berkurang sesuai dengan
penurunan kadar air tanah atau peningkatan stress/kekurangan air. Akan tetapi
pengaruh kekurangan air terhadap serapan P tanaman dapat dikurangi dengan
pemberian P yang tinggi (Rinsema, 1993).
Masing –masing metode pemberian pupuk K ada kelebihannya dengan
pertimbangan makin menyebar menyebabkan K makin banyak kontak dengan
bahan-bahan tanah, dan kondisi ini sangat merugikan apabila pada tanah-tanah
yang mempunyai kemampuan menfiksasi K tinggi. Sedangkan apabila pemberian pada
tempat tertentu (tugal atau alur) maka konsentrasi pada bagian-bagian tertentu
tinggi sebaliknya bagian lain sedikit. Terlalu banyak konsentrasi K dapat
merusak tanaman muda atau perakaran, yang akhirnya akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman (Winarso, 2003).
L.
Omission Test
Usaha Percobaan untuk mengetahui gejala
kekahatan suatu tanaman terhadap suatu unsur hara dapat dilakukan dengan metode
element missing test atau omission test. Metode ini akan
memperlakukan pemberian unsur hara terhadap tanaman dengan mengurangi salah
satu unsur hara sehingga tanaman tersebut kekurangan dan menunjukkan gejala
kekahatah akibat unsur hara tersebut tidak terpenuhi bagi pertumbuhan tanaman
(Sulaeman, 2005).
Kebutuhan tanaman untuk unsur hara sangat penting bagi pertumbuhan
dan perkembangannya. Kekurangan suatu unsur hara atau disebut sebagai kekahatan
menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang
ditunjukkan dengan gejala kekahatan pada bagian tanaman. Gejala-gejala tersebut
bukan disebabkan oleh hama maupun penyakit tanaman, tetapi disebabkan oleh
kurangnya asupan suatu unsur hara bagi tanaman, meskipun unsur-unsur hara
lainnya sudah memenuhi. Prinsip-prinsip pemenuhan unsur-unsur hara bagi suatu
tanaman sesuai dengan prinsip dari hokum Liebeg (Ali kemas, 2005).
Jika ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang
dibutuhkan tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya yang secara
visual dapat terlihat dari penyimpangan-penyimpangan pada pertumbuhannya.
Gejala kekurangan unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan akar, batang atau
daun yang terhambat (kerdil) dan klorosis pada berbagai organ tanaman (Lakitan,
2004).
Ketersediaan unsur hara tidak saja dalam jumlah dan bentuknya,
melainkan keberadaan unsur hara lain juga bisa mempengaruhi ketersediaan suatu
unsur bagi tanaman. Umumnya tanaman akan menyerap unsur hara secara optimal
pada kisaran pH netral, karena semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman
tersedia dalam kondisi cukup. Kondisi tersebut tidak berakibat pada ketimpangan
hara-hara di dalam tanah, artinya kondisi netral menggambarkan tidak ada suatu
unsur hara yang terkandung sangat besar dan unsur hara lainnya menjadi lebih
kecil (Foth, 1998).
M.
Legin
Legin adalah Inokulum Rhizobium yang mengandung bakteri Rhizobium
untuk inokulasi (menulari) tanaman legum. Legin singkatan dari Legume Inoculant
(Legume Inoculum).Bakteri Rhizobium adalah bakteri yang dapat bersimbiosis
dengan tanaman legum, membentuk bintil akar, dan menambatnitrogen dari udara
sehingga mampu mencukupi kebutuhan nitrogen tanamansekurang-kurangnya sebesar
75 %
(Agustina, L. 1990).
Pada tanah yang gembur, akar
tanaman kedelai dapat menembus tanah sampai kedalaman 1,5 m. Pada akar lateral
terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri rhizobium pengikat
N dari udara. Bintil akar ini biasanya akan terbentuk 15-20 hari setelah tanam.
Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai atau kacang-kacangan lainnya,
bintil akar tidak akan tumbuh. Oleh sebab itu, benih yang akan ditanam harus
dicampur dulu dengan Legin (Sutarmi, 1983).
Inokulasi biji dengan bakteri rhizobium japonicum (Legin) umumnya
paling sering dilakukan di Indonesia, yaitu dengan takaran 5-8g/kg benih
kedelai. Mula-mula
biji kedelai dibasahi dengan air secukupnya kemudian diberi bubukan bakteri
Rhizobium japonikum sehingga bakteri tersebut dapat menempel di biji.Bakteri
tersebut kemudian dapat melakukan infeksi pada akar sehingga terbentuk nodul
atau bintil akar.Bahan pembawa bakteri pada inokulasi biji ini umumnya berupa
humus (peat)
(Adisarwanto, 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar