Selasa, 19 Juni 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tanah merupakan sumber daya alam yang semakin lama semakin langka. Karena kehadirannya mutlak diperlukan untuk menopang kelangsungan hidup makhluk di muka bumi ini. Tanah merupakan media tempat tumbuhnya tumbuhan yang dapat memenuhi kebutuhan makhluk lainnya, seperti manusia dan hewan. Tanah juga sebagai media tempat tinggal makhluk hidup hewan dan manusia.
Kehidupan manusia sangat erat kaitannya dengan tanah begitu pula sebaliknya. Banyak kita jumpai di sekitar kita adanya tanah-tanah yang sudah tidak produktif lagi akibat ulah manusia sendiri. Sebagai contoh, yaitu adanya lahan kritis. Oleh karena itu, manusia berusaha menjaga kesuburan dan kelestarian tanah, maka mulailah manusia mengadakan penelitian tentang tanah, lalu lahirlah ilmu tanah.
Manusia tergantung pada tanah dan sampai batas-batas tertentu tanah yang baik tergantung pada manusia dan pengelolaannya. Tanah adalah tubuh alam di mana tumbuhan dapat hidup. Para ilmuwan menganggap bahwa tanah merupakan suatu tubuh alam yang mempunyai arti kedalaman dan daerah permukaan. Mereka memandang tanah juga sebagai hasil alam oleh gaya destruktif dan gaya sintetik. Pelapukan dan perapuhan mikrobia sisa organik merupakan contoh proses destruktif, sedangkan pembentukan mineral baru , seperti lempung tertentu dan perkembangan corak lapisan yang khas merupakan proses sintetik. Tanah juga sebagai tempat hidup bagi tumbuh-tumbuhan.
Tanah secara umum dapat diartikan sebagai komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, serta mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini semakin memperkuat bahwa tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses kehidupan.
Seperti yang kita ketahui bahwa tanah dapat dipandang sebagai hasil pelapukan biokimia alam, dan sebagai tempat dimana tumbuhan dapat hidup. Pengertian ini menggambarkan dua cara pendekatan dalam mempelajari tanah. Fase-fase tertentu seperti asal tanah, klasifikasi tanah, uraian tanah masuk dalam lingkungan pedologi. Pedologi menganggap tanah sebagai tanah alam semata-mata dan sedikit dihubungkan langsung dengan palaksanaan kegunaannya. Cara pendekatan yang kedua yaitu edapologi. Edapologi adalah ilmu yang mempelajari tanah dari sudut tumbuhan tingkat tinggi, yang mempelajari berbagai sifat tanah yang bertalian dengan produksi tanaman.
Dengan  bertambah majunya peradaban manusia dan perkembangan pertanian yang juga disertai perkembangan penduduk yang sangat pesat maka memaksa manusia untuk menghadapi masalah-masalah tentang tanah, terutama pada bidang pertanian sebagai mata pencaharian, misalnya adalah dengan semakin banyaknya tanah kritis yang dulunya subur. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tanah dan seluk-beluknya baik dari segi sifat fisiknya maupun sifat kimianya dan juga mengenai deskripsi lingkungan dan lahan tersebut.
B.     Tujuan Praktikum
 Praktikum Ilmu Tanah ini bertujuan untuk :
1.      Mengenal dan mengetahui morfologi lahan
2.      Mengenal dan mengetahui morfologi tanah
3.      Mengenal dan mengetahui sifat fisika dan kimia tanah
4.      Mengidentifikasi kondisi lingkungan sekitar sebagai faktor pembentukan tanah (bahan induk, topografi, iklim, makhluk hidup dan waktu)
5.      Mengidentifikasi profil tanah
C.    Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Ilmu Tanah dilaksanakan di empat lokasi yang berbeda, yaitu lokasi pertama adalah Desa Sukosari, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 12 November 2011 pukul  12.30 – 15.00  WIB. Lokasi kedua yaitu Desa Jatikuwung, Karanganyar pada hari Minggu, 13 November 2011 pukul 10.30 – 12.30 WIB. Lokasi ketiga adalah Kampus Fakultas Pertanian UNS Kentingan, Kecamatan Jebres, Surakarta yang dilaksanakan pada hari Minggu, 13 November 2011 pukul 13.00 – 15.00WIB. Lokasi yang keempat adalah di Laboratorium Kimia Tanah fakultas pertanian UNS pada hari Rabu dan Kamis tanggal 23-24 November pukul 10.30-15.00 dan 13.00-17.30 WIB.
























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pencandraan Bentang Lahan
Bentang lahan adalah realita keberadaan muka bumi yang dicirikan dengan bentuk, perbedaan tinggi, tinggi tempat, kemiringan dan kondisi permukaannya. Keberadaan bentang lahan ini bisa datar dan rata, bisa juga datar dengan relief mikro, dan juga datar dengan permukaan yang berbatu-batu atau datar dengan permukaan yang digenangi oleh air, misaknya dari beberapa milimeter sampai beberapa desimeter kedalamannya. Dengan demikian tidak dapat diketahui secara pasti tentang klasifikasinya (Darmawijaya, 1997).
Tugas survey tanah adalah menginterpretasi kemampuan atau kesesuaian masing-masing satuan peta tanah tersebut untuk berbagai jenis penggunaan lahan. Dalam hal ini interpretasi tidak hanya didasarkan pada sifat-sifat tanah saja, tetapi juga factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan lahan tersebut seperti lereng, iklim, bahaya banjir dan erosiserta factor-faktor ekonomi bila dipelukan (Sarwono hardjowigeno, 2007).
Tanah adalah benda alami yang terdapat di permukaan bumi yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil alam tanaman dan hewan, yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat tertentu akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak sebagai atau terhadap batuan induk dalam keadaan wilayah tertentu selama jangka waktu tertentu
(Anonim , 2010).
Perubahan dalam macam penggunaan dan intensitas pendayagunaan tanah merupakan bagian dari perkembangan. Tinjauan ringkas tentang beberapa di antara perubahan-perubahan ini akan membantu memperjelas tekanan masa kini dan mendatang yang kiranya akan meningkat sehubungan dengan penggunaan tanah masyarakat kita (Henry D.Foth , 1994).

B.     Profil Tanah
Interaksi faktor dan proses pedogenesis akan menghasilkan sifat-sifat tanah yang dicerminkan dalam bentuk horizon dan saling tindak antar horizon di dalam profil tanah yang tampak setelah dilakukan penggalian secara vertikal. Istilah sifat tanah digunakan untuk menjembatani beberapa konsep yang mempunyai persamaan arti, misalnya karakter, karakteristik, kenampakan, dan laksana. Deskripsi profil dan keadaan lahan diperlukan untuk interpretasi horizon sebagai proses pedogenesis atau lapisan yang belum mengalami proses pembentukan tanah, tetapi sebagai hasil proses geologi (Rachman sutanto, 2009).
Proses pembentukan horizon-horison akan menghasilkan benda alam baru yang disebut tanah. Penampang vertikal dari tanah yang menunjukkan susunan horizon tanah disebut profil tanah. Ada 6 horison utama yang menyusun profil tanah berturut-turut dari atas ke bawah yaitu horizon (O), A, E, B, C, dan R. Sedang horizon yang menyusun solum tanah  adalah hanya horizon A, E, dan B (Sarwono hardjowigeno, 2007).
Horison pada semua tanah yang berkembang secara genesis menunjukkan bahwa proses-proses tertentu adalah umum untuk perkembangan tanah dan oleh sebab itu, setiap macam tanah bukanlah produk seperangkat proses yang berbeda secara nyata. Pada umumnya semua profil tanah mengandung dua horison induk atau lebih ( Henry D.Foth, 1994).
Tanah adalah lapisan nisbi tipis pada permukaan kulit. Tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain, karena keaneka ragaman ini, maka tanah dapat dipandang sebagai kumpulan individu-individu tanah. Pementukan tanah dari bongkahan bum mulai dari proses-proses pemecahan atau penghancura dimana bahan induk berkeping-keping secara halus . Tiap tanah berkembang secara baik dan masih dalam  keadaan asli akan mempunyai sifat profil yang khas. Sifat-sifat ini yang dipakai dalam klasifikasi dan penjarangan tanah yang sangat besar manfatnya dalam menentukan pendapat tentang tanah dan sifat-sifat profil. Pengenalan tanah di lapangan dilakukan dengan mengamati menjelaskan sifat-sifat profil tanah. Profil tanah adalah urutan-urutan horison tanah, yakni lapisan-lapisan tanah yang dianggap sejajar permukaan bumi. Profil tanah dipelajari menggali tanah dengan dinding lubang vertikal kelapisan yang lebih bawah
(Anonim, 2010).
Dalam bidang pertanian, tanah memiliki arti yang lebih khusus dan penting  sebagai media tumbuh tanaman darat.  Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya.  Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain.  Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon.  Dengan demikian tanah (dalam arti pertanian) dapat didefenisikan sebagai kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya tanaman ( Agustinus, 2007).
C.    Sifat Fisika Tanah
Sifat fisik tanah lain yang cukup penting untuk memahami ciri dan perilaku tanah adalah kerapatan partikel, keapatan lindak, konsistensi, temperatur, dan warna tanah. Kerapatan partikel tanah bervariasi tergantung pada kandungan bahan organik. Kerapatan lindak tanah bervariasi tergantung pada kandungan lengas tanah. Kerapatan lindak tanah tergantung pada kerapatan partikel dan ruang pori tanah. Tanah lapisan permukaan yang kaya bahan organik dan gembur mempunyai kerapatan lindak yang lebih rendah daripada lapisan bawah yang lebih pejal dan kandungan humus rendah (Rachman sutanto, 2009).
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya-gaya tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan sebagainya. Tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Oleh karena tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering maka penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut
(Sarwono hardjowigeno, 2007).
Sifat-sifat fisika tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, drainase dan kapasitas penyimpanan air, plastisitas, kemudahan ditembus akar, aerasi dan penyimpanan hara tanamansemuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisika tanah. Tekstur barangkali adalah ciri tanah yang paling penting dan permanen (Henry D.Foth, 1994).
Degradasi sifat fisik tanah pada umumnya disebabkan karena memburuknya struktur tanah. Kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat akibat dari pukulan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan. Penurunan kestabilan agregat tanah berkaintan dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran dan mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga agen pengikat tanah tersebut, selain menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Pada saat hujan turun, kerak yang terbentuk di permukaan tanah juga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Akibat proses penyumbatan pori tanah ini, porositas tanah, disribusi pori tanah, dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan dan limpasan permukaan akan meningkat. Sehingga upaya perbaikan degradasi sifat fisik tanah mengarah terhadap perbaikan struktur tersebut (Suprayogo et al., 2001).
Fisika tanah adalah cabang dari ilmu tanah yang membahas sifat-sifat fisik tanah, pengukuran dan prediksi serta kontrol (pengaturan) proses fisika yang terjadi dalam tanah. Pengetahuan mengenai sifat fisika tanah diperlukan untuk menentukan morfologi serta seberapa besar tingkat perkembangan lapisan atau horizon dari tanah itu. Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, fraksi debu, dan fraksi lempung. Penetapan tekstur tanah dapat dilakukan dengan rabaan dan gejala konsistensi. Dimana saat diraba, pasir akan memberikan rasa kasar, debu memberi rasa licin, dan lempung memberi rasa lengket. Lapisan I bertekstur lempung debuan (Silty Clay) yang dicirikan rasa agak licin, membentuk bola, dalam keadaan kering susah dipijit, mudah digulung, serta melekat sekali. Lapisan II bertekstur lempung (Clay) yang dicirikan rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, serta sangat melekat.Lapisan III bertekstur lempung (Clay) yang dicirikan rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, serta sangat melekat. Lapisan IV bertekstur lempung (Clay) yang dicirikan rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, serta sangat melekat ( Anonim, 2010).
D.    Sifat Kimia Tanah
Perilaku kimia tanah didefinisikan sebagai keseluruhan reaksi fisika-kimia yang berlangsung antar-penyusun tanah serta antara penyusun tanah dan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk ataupun pembenah tanah lainnya . Faktor kecepatan semua bentuk reaksi kimia yang berlangsung dalam tanah yang diperhitungkan dengan menitsampai luar biasa lama yang diperhitungkan dengan abad . Pada umumnya reaksi-reaksi yang terjadi di dalam tanah oleh tindakan faktor lingkungan tertentu
(Rachman sutanto, 2009).
Selain kadar bahan organik yang dapat diindikasikan sebagai tingkat kesuburan tanah, kadar kapur dalam tanah juga dianalisis sebagai indikasi tingkat kandungan kapur yang bisa mempengaruhi reaksi kimia dalam tanah. Pengaruh kapur dalam tanah dapat meliputi proses pembentukan agregat tanah, pengikatan hara oleh tanah, dan parameter tanah lain yang berhubungan dengan kegiatan biologi dalam tanah (Sutopo, 2008).
Konsentrasi tanah menunjukkan adanya sekumpulan bahan tanah baik yang berbentuk tertentu maupun yang tidak beraturan. Biasanya bahan tanah tersebut mempunyai warna yang kontras dengan warna tanah yang ada di sekitarnya. Bahan ini merupakan akumulasi bahan-bahan tertentu baik yang baru terbentuk maupun yang sudah lama terbentuk dan mengeras. Salah satu tingkatan akumulasi bahan-bahannya adalah konkresi. Konkresi merupakan peristiwa akumulasi senyawa-senyawa kimia pada tanah yang akhirnya berbentuk butiran atau partikel tanah. Tingkat konkresi tanah berhubungan dengan kandungan Fe dan Mn pada tanah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bercak hitam dan merah kekuningan (Sanchez, 1993).
pH tanah menunjukkan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara konsentrasi H+ dan OH- dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+ dalam larutan tanah lebih banyak dari OH- maka suasana larutan tanah menjadi asam, sebalikya bila konsentrasi OH- lebih banyak dari pada konsentrasi H+ maka suasana tanah menjadi basa. pH tanah sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman makanan ternak, bahkan berpengaruh pula pada kualitas hijauan makanan ternak. PH tanah yang optimal bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman makanana ternak adalah antara 5,6-6,0. Pada tanah pH lebih rendah dari 5.6 pada umumnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4.0 pada umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga pertumbuhan tanaman menjadiaa terhambat (Anonim, 2010 ).
Pemanfaatan lahan hutan untuk pertanian tanaman pangan sering dibatasi oleh menurunnya secara drastis sifat dan karakteristik tanah setelah digunakan selama 2 atau 3 tahun. Hilangnya bahan organik di lapisan atas melalui proses mineralisasi maupun erosi merupakan penyebab utama menurunnya kesuburan tanah. Untuk mempelajari sifat dan karakteristik tanah sebagai dasar pemanfaatannya untuk tanaman pertanian telah dilakukan studi pada tanah bervegetasi hutan dari batuan sedimen masam di Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahan induk tanah sangat berpengaruh terhadap susunan mineralogi, sifat fisik, dan sifat kimia tanahnya. Tanah dari batuan sedimen masam di daerah penelitian tergolong berpelapukan lanjut dicirikan oleh dominasi mineral kaolinit dengan cadangan mineral sangat rendah. Sifat kimia tanah berbahan induk batuliat lebih baik dibandingkan tanah berbahan induk batupasir seperti diperlihatkan oleh kandungan basa-basa dapat tukar, kapasitas tukar kation, dan K potensial yang lebih tinggi, akan tetapi dibatasi oleh kandungan Al yang tinggi. Sifat fisik menunjukkan, tanah rentan terhadap erosi dan pemadatan. Oleh karena itu pemanfaatan lahan hutan untuk pertanian atau tanaman hutan, mensyaratkan perlunya tindakan konservasi tanah dan menghindari daerah berlereng khususnya untuk tanaman pangan, selain perlunya meningkatkan kesuburan tanah melalui pemupukan. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian, selain meningkatkan proses mineralisasi bahan organik, juga memutus siklus biologi yang berpengaruh terhadap menurunnya kesuburan tanah
(Suharta dan B.H. Prasetyo, 2008).
E.     Analisis Lengas Tanah
Tanah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa, didefinisikan sebagai bagian komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Di dalam tanah terkandung mineral, bahan organik dan pori-pori yang berisi udara dan air (Sutopo, 2008).
Kecukupan air bagi tanaman tergantung pada ketersediaan air di mintakat perakaran dan permeabilitas tanah. Ketersediaan air total pada tanah dengan pengaturan baik sama dengan kendungan lengas tanah pada kapasitas lapangan (KL) dikurangi kandungan lengas pada titik layu (TL) dikalikan tebal perakaran. Tanah bertekstur lempung berat mempunyai lengas kapasitas lapangan dapat menyediakan air untuk tanaman lebih besar daripada tanah pasiran karena mengandung air yang tidak tersedia (Rachman sutanto, 2009).
Kandungan energi atau energi bebas air tanah juga dinyatakan sebagai potensi air. Potensi air mempunyai tiga komponen atau subpotensi. Komponen atau potensi gravitasi penting dalam tanah jenuh dan ditunjukkan oleh kecenderungan air untuk mengalir ke elevasi yang lebih rendah. Potensi matriks adalah hasil tenaga adhesi dan kohesi yang berhubungan dengan jaringan partikel tanah atau matriks tanah. Potensi ini dinyatakan sehubungan dengan air murni, jadi sementara tanah mengering dan kandungan energi air menurun, potensi matriks menurun (Henry D.Foth, 1994).
Klasifikasi lengas tanah antara lain air penyusun dan air antar lapis yang memiliki pF lebih dari 7,0; air penyusun higroskopis yang mempunyai pF antara 7,0-4,5; air kapiler yang mempunyai pF antara 4,5-2,5; air gravitasi yang mempunyai pF antara 2,5-0,0; dan yang terakhir adalah air bumi atau ground water yang bebas tegangan (Anonim, 2010).
Kadar lengas tanah sering disebut sebagai kandungan air(moisture) yang terdapat dalam pori tanah. Satuan untuk menyatakan kadar lengas tanah dapat berupa persen berat atau persen volume. Berkaitan dengan istilah air dalam tanah, secara umum dikenal 3 jenis, yaitu (a) lengas tanah (soil moisture) adalah air dalam bentuk campuran gas (uap air) dan cairan; (b) air tanah(soil water) yaitu air dalam bentuk cair dalam tanah, sampai lapisan kedap air, (c) air tanah dalam (ground water) yaitu lapisan air tanah kontinu yang berada ditanah bagian dalam (Handayani, 2009).
F.     Analisis pH Tanah
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. D dalam tanah selain H+ dan    ion –ion lain ditemukan pula ion OH- , yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada alkalis kandungan OH- lenbih banyak daripada H+. Bila kandungan H+  sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu pH = 7 (Sarwono hardjowigeno, 2007).
Untuk mendapat stuktur tanah yang baik maka harus ada kadar kapur yang cukup di dalam tanah. Keadaan tanah ini dapat dicapai jika ion Ca menduduki 80% dari semua kation yang diikat komplek liat. Keadaan kapur yang baik adalah merupakan syarat yang penting untuk membentuk struktur tanah. Pada tanah liat yang telah kehilangan banyak kapur atau ditambah lumpur yang kekurangan kapur akan menyebabkan pH menjadi turun, karena berubah menjadi masam (Soepardi, 1979).
Ada beberapa faktor lainnya yang berpengaruh pada pH tanah. Belerang adalah produk sampingan pada gas industri dan kadang-kadang bertanggung jawab terhadap keasaman tanah pada tanah disekitarnya sebagai akibat terbentuknya asam sulfat. Beberapa tanah yang tidak mengandungbesi sulfida dalam jumlah yang berarti juga mengandung asam sulfat dalam jumlah yang berarti. Di dalam air hujan juga terdapat sedikit asam nitrat, tetapi tampaknya pengaruhnya tidak berarti (Henry D.Foth, 1994).
Ion-ion H+ yang dapat dipertukarkan merupakan penyebab terbentuknya kemasaman tanah potensial yang dapat ditentukan dengan titrasi tanah. Ion-ion H+  bebas menciptakan kemasaman aktif diukur dan dinyatakan sebagai pH tanah. Tipe kemasaman inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Anonim, 2010).
Reaksi tanah menunjukkan keasaman dan kebasaan tanah dan dinyatakan sebagai pH. Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen yang beredar di dalam tanah tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen (H+ ) di dalam tanah tinggi maka tanah disebut asam Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terlalu rendah maka tanali disebut basa. Pada kondisi ini kadar kation OH‑ lebih tinggi dari H+. Reaksi tanah dibedakan menjadi kemasaman (reaksi tanah) aktif dan potensial. Reaksi tanah aktif ialah yang diukurnya konsentrasi hidrogen yang terdapat bebas dalam larutan tanah. Reaksi tanah potensial ialah banyaknya kadar hidrogen dapat tukar baik yang terjerap oleh kompleks koloid tanah maupun yang terdapat dalarn larutan. Tanah masam karena kandungan H+ yang tinggi dan banyak ion AL3+ yang bersifat masam karena dengan air ion tersebut dapat menghasilkan H+. Di daerah rawa‑rawa atau tanah gambut, tanah masam umumnya disebabkan oleh kandungan asam sulfat yang tinggi. Pengapuran merupakan salah satu cara untuk memperbaiki tanah yang bereaksi asam atau basa.
(Nina Yulianti, 2006). 
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus. 2007. Jurnal Ilmu Kesubura Tanah.
Anonim. 2010. Pengertian tanah.  http://www.wikipedia.org. Diakses pada hari Kamis, tanggal 17 November  2011 pukul 15.00 WIB.
Anonim. 2010. Struktur Kimia Tanah.  http://www.wikipedia.org. Diakses pada hari Kamis, tanggal 17 November  2011 pukul 16.00 WIB.
Anonim. 2010. Klasifikasi Lengas Tanah.  http://www.wikipedia.org. Diakses pada hari Kamis, tanggal 17 November  2011 pukul 16.30 WIB.
Anonim. 2010. Kadar pH Tanah.  http://www.wikipedia.org. Diakses pada hari Jumat, tanggal 18 November  2011 pukul 15.00 WIB.
Anonim. 2010. Profil Tanah. http://wahyuaskari.wordpress.com. Diakses pada hari Sabtu, tanggal 19 November 2011 pukul 14.00 WIB.
Anonim. 2010. Sifat-sifat Fisika Tanah. http://abuumarfauzy.wordpress.com. Diakses pada hari Sabtu, tanggal 19 November 2011 pukul 15.00 WIB.
Darmawijaya. 1990. Klasifikasi Tanah . UGM Press. Yogyakarta.
Foth, Henry D. 1994.  Dasar – Dasar Ilmu Tanah. UGM Press. Yogyakarta.
Handayani, S. 2009. Panduan Praktikum dan Bahan Asistensi Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Hardjowigeno, Sawono.2007. Ilmu Tanah . Pedogenesis Presindo. Jakarta.

Nina Yulianti. 2006. Jurnal Reaksi Tanah (pH).

Sanchez, 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB. Bandung.
Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah IPB. Bogor.
Suharta dan B.H. Prasetyo. 2008. Jurnal Tanah dan Iklim. No 28.
Suprayogo. 2001. Degradasi sifat fisisk tanah sebagai akibat alih guna lahan hutan menjadi sistem kopi momokultur: kajian perubahan makro porositas tanah. Jurnal Penelitian Pertanian Universitas Brawijaya. 60-68
Sutanto, rachman. 2009. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Sutopo. 2008. Pedoman Praktis Identifikasi Tanah. UNS Press. Surakarta